K. H. Ahmad Dahlan

K. H. Ahmad Dahlan

Muhammad Darwis atau yang lebih akrab dipanggil K. H. Ahmad Dahlan dilahirkan pada tanggal 1 Agustus 1868 di kampung Kauman Yogyakarta. Ia adalah anak ke-empat dari tujuh bersaudara. Ayahnya bernama K. H. Abu Bakar, seorang Ulama besar dan Khatib terkemuka di Masjid Agung Kasultanan. Sedangkan ibunya merupakan putri dari K. H. Ibrahim bin K. H. Hasan, Pejabat Penghulu Kasultanan. 

K. H. Ahmad Dahlan kecil dididik oleh ayahnya sebagai seorang putra Kiai. Pendidikan dasarnya dimulai dari belajar membaca, belajar menulis, mengaji Alquran dan kitab-kitab agama. Jika dilihat dari garis keturunan ini, K. H. Ahmad Dahlan berasal dari keluarga orang yang berada dan berkedudukan baik dalam masyarakat. Karena itu, tidak mengherankan jika kelak K. H. Ahmad Dahlan muncul sebagai seorang pemimpin besar yang membawa obor penerang bagi perkembangan Islam di Yogyakarta.

Mendirikan Muhammadiyah 
Muhammadiyah didirikan oleh Muhammad Darwis pada tahun 1912 dengan tujuan ingin mengadakan suatu pembaruan cara berpikir dan beramal menurut tuntunan agama Islam. Sebagai gerakan keagamaan Muhammadiyah dalam gerakannya terkait dengan Islam. Bergerak bukan asal bergerak, harus dilandasi, dibingkai, dan diarahkan dengan Islam. Islam bukan sebagai asas formal (teks), tetapi menjiwai, melandasi, mendasari, mengkerangkai, memengaruhi, menggerakan dan menjadi pusat orientasi dan tujuan. Bukan sekadar Islam KTP, slogan dan simbolik belaka. Itulah Islam yang berkemajuan sebagaimana yang menjadi semangat dasar gerakan Muhammadiyah dalam mengarungi perjalanan zaman.

Peran K. H. Ahmad Dahlan dalam Bidang Pendidikan di Muhammadiyah
Bidang pendidikan adalah suatu bidang yang sangat ditekankan oleh K.H. Ahmad Dahlan. Beliau melihat sistem pendidikan Islam pada masa pendudukan kolonial sebagai impoten, terbelakang dan tidak lagi memenuhi tuntutan zaman. Pendidikan Islam mengalami kemunduran karena pendidikan Islam yang berpusat di Pondok-Pondok Pesantren terisolasi dari perkembangan ilmu pengetahuan modern. Selain itu, berdirinya sekolah-sekolah kolonial yang menganut paham sekuler mengancam kehidupan batin pemuda-pemuda Islam, karena mereka dijauhkan dari agama dan kebudayaan bangsanya. 

Menurut Malik Karim Amrullah, ada tiga faktor yang mendorong lahirnya gerakan ini: 
1. Keterbelakangan dan kebodohan umat Islam Indonesia dalam hampir semua bidang kehidupan. 
2. Suasana kemiskinan parah yang diderita umat Islam dalam suatu negeri yang kaya seperti Indonesia. 
3. Kondisi pendidikan Indonesia yang sudah sangat kuno seperti yang terlihat pada Pesantren.

Melihat keadaan pendidikan yang demikian, K. H. Ahmad Dahlan menjadi gelisah dan tidak sabar untuk melakukan pembaharuan. Pembaharuan yang dimaksud adalah mengusahakan perubahan-perubahan dengan menciptakan yang baru yang berwujud nilai batin dengan cara dan tehnik baru dalam lingkungan pendidikan dan pengajaran yang tetap memenuhi tuntutan zaman dengan dasar dan pedoman pada prinsip-prinsip ajaran Islam.

Berdirinya perserikatan Muhammadiyah pada tahun 1912, menjadi wadah yang diharapkan mampu menawarkan satu alternatif bagi sistem pendidikan tradisional seperti yang diperlihatkan di Pesantren. Bagi K. H. Ahmad Dahlan, bidang pendidikan diberi prioritas tertinggi bila ingin melakukan pembangunan umat Islam dalam rangka menyongsong hari depan Islam di Indonesia. 

K. H. Ahmad Dahlan dan Dasar Pembangunan Pendidikan.
Sebagaimana telah dijelaskan terdahulu bahwasanya K. H. Ahmad Dahlan melihat lembaga-lembaga pendidikan Islam yang ada saat itu seperti yang ditampilkan oleh Pondok Pesantren ternyata kurang bisa memenuhi tuntutan zaman, sementara pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah kolonial sama sekali tidak memperhatikan pendidikan Islam. Akibatnya terjadi jurang pemisah yang sangat lebar antara lulusan Islam dengan lulusan pendidikan sekuler. Melihat keadaan yang demikian itu, K.H. Ahmad Dahlan dan Muhammadiyah bertekad untuk memperbaiki Pendidikan Islam.

Menurut Amir Hamzah, langkah pertama lebih menitikberatkan pada dasar-dasar Islam dengan berpedoman pada Alquran dan Sunah Rasul, sehingga akan membentuk manusia muslim yang berakhlak mulia, cakap, percaya diri sendiri dan berguna bagi masyarakat. Dari cita-cita pembaharuan pendidikan dengan dasar yang demikian tersebut, K. H. Ahmad Dahlan bermaksud membentuk manusia muslim yang baik budi, alim dalam agama, luas pandangan dan paham masalah ilmu keduniaan yang kemudian menimbulkan ide intelektual ulama atau Ulama Intelek, dan bersedia berjuang untuk kemajuan masyarakat. Untuk itu menuntut suatu pola pendidikan yang dapat membentuk pribadi-pribadi harmonis, seimbang antara kehidupan duniawi dan ukhrawi, antara kebutuhan jasmani dan rohani dan antara iman dan akal untuk memenuhi tuntutan ajaran Islam.

K.H. Ahmad Dahlan dan Peranan PKU (Pembinaan Kesejahteraan Umat) Muhammadiyah 
Bidang sosial kemasyarakatan merupakan salah satu bidang garapan yang sangat penting bagi perjuangan pembaharuan K. H Ahmad Dahlan dan Muhammadiyah. Selama ini, Muhammadiyah telah menyelenggarakan berbagai kegiatan bermanfaat untuk pembinaan individu maupun kelompok masyarakat Islam. Perjuangan K. H. Ahmad Dahlan dan Muhammadiyah dalam bidang sosial kemasyarakatan adalah untuk mengolah dan menggarap secara langsung yaitu memberi pengertian dan kesadaran masyarakat akan kebenaran dan keutamaan ajaran Islam, sehingga masyarakat mau menerima dan melaksanakan ajaran itu dan ketentuan-ketentuannya. 

Untuk menangani hal-hal tersebut, maka salah satu lembaga yang khusus dikerahkan untuk menangani masalah sosial adalah PKU (Pembinaan Kesejahteraan Umat). Lembaga ini mulanya merupakan organisasi yang berdiri sendiri dengan nama yang sama, didirikan pada tahun 1918 oleh beberapa orang pemimpin Muhammadiyah untuk meringankan korban yang jatuh disebabkan meletusnya Gunung Kelud.

PKU sebagai organisasi yang berdiri sendiri melanjutkan usahanya untuk membantu orang-orang miskin dan yatim piatu di Yogyakarta sampai ia menjadi hal yang khusus dari Muhammadiyah. Lembaga ini sejak awal berdirinya sangat aktif melakukan kegiatan sosialnya dan setiap saat selalu menunjukkan perkembangannya dalam memperluas bidang kegiatannya. Pada tahun 1922, didirikannya rumah yatim piatu pertama.

Dengan latar belakang historis, Ahmad Dahlan menjadi prihatin terhadap fenomena sosial dimasanya, dimana kemiskinan, kebodohan dan penelantaran anak-anak yatim, ketimpangan dan pembagian pendapatan serta berbagai praktek kapitalisme terselubung dari sementara pedagang, pengusaha dan pegawai di kala itu. Sifat mementingkan diri sendiri sudah menjadi pilar dalam kehidupan masyarakat, sementara tidak ada pihak yang mau sejenak mencurahkan perhatian kepada upaya pemerataan kehidupan untuk membantu mensejahterakan orang lain.

Dalam keadaan sosial seperti itulah K. H. Ahmad Dahlan tampil dengan ide-ide barunya yang menggugah, misalnya: pada kuliah subuh beliau tidak bersedia menambah pelajarannya di hadapan murid-murid sebelum surah Al-Ma’un diamalkan, yang beliau maksudkan adalah di praktekkan dan dikerjakan. Oleh karena itu mulai saat itu ia beliau memerintahkan murid-muridnya diantaranya Haji Syuja untuk berkeliling mencari orang-orang miskin agar dibawanya kerumah masing-masing, memberikan sabun yang baik untuk mandi, memberikan pakaian yang bersih, makanan, minuman dan tempat tinggal di rumah masing-masing siswa.

Dari kisah itu dapat dimengerti, betapa tinggi perhatian K. H. Ahmad Dahlan terhadap kesengsaraan umum dan kewajiban menolong sesama muslim. Muhammadiyah melahirkan segala usahanya untuk menyentuh semua bidang kehidupan masyarakat yang dilakukannya dengan dakwah amar ma’ruf dan nahi munkar. Bagi Muhammadiyah dakwah tidak saja hanya dilakukan dengan lisan, tetapi berusaha bagaimana dakwah bisa menyentuh langsung masyarakat dengan tindakan amal nyata. Hal ini sebagaimana yang dikemukakan oleh Amrullah Ahmad bahwa hakikat dakwah merupakan aktualisasi iman yang dimanifestasikan dalam suatu sistem kegiatan manusia beriman dalam bidang kemasyarakatan yang dilaksanakan secara teratur untuk mempengaruhi cara merasa, berfikir, bersikap dan bertindak. Manusia dalam rangka mengusahakan terwujudnya ajaran Islam dalam semua segi kehidupan manusia. Dengan demikian Muhammadiyah sebagai motor penggerak dalam gerakan sosial berusaha mengidentifikasikan permasalahan umat Islam dan Masyarakat Yogyakarta secara khusus serta masyarakat Indonesia secara umum yang ahirnya bisa dipecahkan dalam realita hidup sehari-hari.

Hal itulah yang dicontohkan oleh K. H. Ahmad Dahlan ketika mengajarkan surah Al-Ma’un, dan menginginkan bahwa kandungan ayat tersebut dipraktekkan secara langsung di dalam kehidupan masyarakat dan bukan hanya dibaca saja. Untuk maksud itu beliau memerintahkan para santrinya untuk pergi mencari anak-anak terlantar, kaum du’afa, fakir miskin dan anak-anak yatim piatu, untuk diberikan perlakuan secara manusiawi menurut ketentuan agama Islam. Begitulah salah satu bentuk pengamalan ayat tersebut yang dikehendaki Ahmad Dahlan. Dari sinilah timbul ide-ide pemeliharaan orang-orang miskin dan anak yatim piatu yang dibuktikan dan dikembangkan selanjutnya oleh perserikatan Muhammadiyah sebagai dharma bakti kemasyarakatan.

Oleh karena itu Ahmad Dahlan melihat bahwa penanganan dan pengaturan bagi anak-anak yatim piatu dan orang-orang miskin perlu terorganisir dengan menyediakan tempat atau lebih dikenal dengan Panti Asuhan. Karena itu kehadiran PKU merupkan salah satu jalan keluar dalam menjawab tantangan umat Islam untuk mengimbangi kegiatan yang sangat aktif dilakukan oleh misionaris Kristen pada masa itu. Begitu pula halnya mendirikan klinik dan rumah sakit merupakan pengenaan dari metode yang dicontohkan oleh para misionaris dan orang-orang Barat.

Bagi Ahmad Dahlan bahwa pendirian semacam itu hanya suatu cara yang biasa kita transfer sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam, bahwa kita bisa pakai untuk pengembangan syi’ar Islam, walaupun harus diakui adalah suatu keberanian pada masa itu. Dalam arti bahwa mampu sebagai pionir terhadap masalah masalah yang menurut para Ulama tradisional adalah suatu perbuatan yang tidak layak dilaksanakan oleh umat Islam.

Atas jasa-jasa K. H. Ahmad Dahlan dalam membangkitkan kesadaran bangsa ini melalui pemba­haruan Islam dan pendidikan, maka Pemerintah Republik Indonesia menetapkannya sebagai Pahlawan Nasional dengan surat Keputusan Presiden no. 657 tahun 1961. Dasar-dasar penetapan itu ialah sebagai berikut :
1. K.H. Ahmad Dahlan telah memelopori kebangkitan umat Islam untuk menyadari nasibnya sebagai bangsa terjajah yang masih harus belajar dan berbuat.
2. Dengan organisasi Muhammadiyah yang didirikannya, telah banyak memberikan ajaran Islam yang murni kepada bangsanya. Ajaran yang menuntut kemajuan, kecerdasan, dan beramal bagi masyarakat dan umat, dengan dasar iman dan Islam.
3.Dengan organisasinya, Muhammadiyah telah mempelopori amal usaha sosial dan pendidikan yang amat diperlukan bagi kebangkitan dan kemajuan bangsa, dengan jiwa ajaran Islam.
4.Dengan organisasinya, Muhammadiyah bagian wanita (Aisyiyah) telah mempelopori kebangkitan wanita Indonesia untuk mengecap pendidikan dan berfungsi sosial, setingkat dengan kaum pria.

Oleh: Maharani Ullyana Isnawati
Mahasiswi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Post a Comment for "K. H. Ahmad Dahlan"