Benteng Vredeburg di Tengah Kota Yogyakarta

benteng vredeburg di tengah kota yogyakarta

Benteng Vredeburg merupakan salah satu bangunan bersejarah di tengah Kota Yogyakarta yang dibangun pada masa kekuasaan Sri Sultan Hamengkubuwono I. 

Bangunan Benteng Vredeburg dibangun di atas tanah seluas 46.574 meter persegi dengan bentuk bujur sangkar. 

Bangunan benteng dikelilingi oleh parit-parit dengan menara pengawas di setiap sudut bangunannya. 

Arsitektur bangunan benteng memiliki ciri khas bangunan benteng Belanda. 

Benteng Vredeburg dibangun atas permintaan Nicholaas Harting, salah seorang pejabat Belanda yang saat itu menjabat sebagai Gubernur Pantai Utara Jawa. 

Ketika itu, Nicholaas Harting meminta kepada Sri Sultan Hamengkubuwono I untuk diberikan izin membangun benteng di Yogyakarta. 

Latar Belakang Pembangunan Benteng Vredeburg

Tujuan pembangunan benteng ini untuk memudahkan pasukan Belanda menjaga keamanan Keraton Yogyakarta dan sekitarnya.

Namun, tujuan tersebut bukanlah tujuan sebenarnya benteng ini dibangun.

Ketika itu, Keraton Yogyakarta tumbuh menjadi kerajaan yang mengalami perkembangan pesat.

Sarana prasarana seperti pasar, masjid, dan alun-alun juga sudah mulai dibangun. 

Belanda mulai menaruh kekhawatiran atas perkembangan Keraton Yogyakarta tersebut.

Belanda khawatir jika keraton memiliki kekuatan yang dapat memukul mundur pendudukan Belanda di Yogyakarta.

Karena itulah, Belanda membutuhkan sebuah benteng sebagai basis untuk melakukan pengawasan atas segala pergerakan dan perkembangan yang terjadi di lingkungan Keraton Yogyakarta. 

Tujuan tersebut didukung dengan lokasi pembangunan benteng yang terletak di jalan utama dan sangat dekat dengan keraton.

Hal tersebut mengindikasikan bahwa benteng juga difungsikan sebagai basis pertahanan, penyusunan strategi dan intimidasi, serta blokade. 

Apabila Keraton Yogyakarta melakukan perlawanan maupun penyerangan kepada pihak Belanda, maka Belanda dapat dengan mudah menyerang balik. 

Proses Pembangunan Benteng Vredeburg

Pembangunan benteng dimulai pada tahun 1760, bangunan benteng awalnya menggunakan material tanah, kayu dan atap alang-alang. 

Pada tahun 1767, Nicholaas Harting meminta kepada Sri Sultan Hamengkubuwono supaya benteng tersebut dibangun lebih kuat lagi dengan bahan yang permanen.

Pembangunan benteng selesai pada tahun 1787 di bawah pengawasan Ir. Frans Haak Vredeburg, seorang arsitek berkebangsaan Belanda.

Kemudian, Gubernur Johannes Sioeberg, meresmikan benteng ini sebagai benteng Belanda dengan nama Benteng Rustenburg yang berarti tempat istirahat.

Pada tahun 1867 terjadi gempa yang melanda Yogyakarta dan mengakibatkan runtuhnya bangunan Benteng Rustenburg.

Kemudian benteng ini direnovasi dan diganti namanya menjadi Benteng Vredeburg. 

Kata vredeburg dalam bahasa Belanda memiliki arti perdamaian. Kata vredeburg juga dijadikan simbol perdamaian antara pihak Keraton Yogyakarta dengan pemerintah Belanda. 

Lika-Liku Penguasaan Benteng Vredeburg

Pada saat pendudukan Inggris, Benteng Vredeburg diambil alih oleh pemerintah Inggris di bawah komando Gubernur Jenderal Raffles. 

Tidak lama setelah itu, pada tahun 1816, kekuasaan atas bangunan Benteng Vredeburg kembali diambil alih oleh pihak Belanda. 

Namun kemudian saat pendudukan Jepang berhasil memukul mundur kekuasaan Belanda, bangunan Benteng Vredeburg direbut oleh bangsa Jepang. 

Ketika itu, bangunan benteng difungsikan sebagai tempat tawanan orang-orang Belanda dan pribumi yang melawan tentara Jepang.

Selain itu, benteng ini juga digunakan sebagai markas pasukan Jepang, gudang senjata dan amunisi para tentara. 

Setelah Indonesia menyatakan diri sebagai negara merdeka, maka kepemilikan bangunan Benteng Vredeburg diambil alih oleh instansi militer Republik Indonesia. 

Namun, pada saat Agresi Militer Belanda II pada 19 Desember 1948, benteng ini dikuasai oleh pasukan Belanda.

Mereka menjadikan benteng ini untuk markas IVG (Informatie Voor Geheimen) atau Dinas Rahasia Belanda. 

Selain itu, benteng ini turut digunakan sebagai markas batalyon pasukan dan penyimpanan perbekalan berbagai alat tempur. 

Oleh karenanya, pada saat peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949, pasukan TNI menjadikan benteng ini sebagai salah satu sasaran serangan untuk menaklukan pasukan Belanda.

Pada 29 Juni 1949, setelah mundurnya pasukan Belanda dari Yogyakarta, pengelolaan Benteng Vredeburg dipegang oleh APRI (Angkatan Perang Republik Indonesia).

Pada tahun 1977, kepemilikan atas bangunan Benteng beserta pengelolaannya diserahkan kembali pada Keraton Yogyakarta.

Keraton Yogyakarta melalui perjanjian dengan pihak Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, mengalihfungsikan benteng ini sebagai museum yang mengusung cerita sejarah dan perjuangan nasional. 

10 tahun kemudian, bangunan Benteng Vredeburg secara resmi dibuka untuk khalayak umum sebagai destinasi wisata. 

Post a Comment for "Benteng Vredeburg di Tengah Kota Yogyakarta"